Saturday 16 January 2016

Menghormati Ilmu, Cebisan dari Ringkasan Sunan Ad Darimi...

Menghormati Ilmu, Cebisan dari Ringkasan Sunan Ad Darimi...

Bab: Menghormati ilmu...

@ Hajjaj Al `Aswad berkata, Ibnu Munabbih berkata, " Para
ulama zaman dahulu enggan mendatangi ahlud dunia (orang yang
mencintai keduniaan) untuk menyampaikan ilmu mereka, sehingga
orang yang mencintai keduniaan itu menjadi suka dengan ilmu
mereka, sehingga mereka mau mengeluarkan harta untuk mereka
(para ulama). Sedangkan para ulama zaman sekarang, mereka
menyampaikan ilmu kepada orang yang mencintai keduniaan,
hingga orang yang mencintai keduniaan itu menjadi tidak butuh
dengan mereka, dan mereka pun enggan mengeluarkan harta untuk
mereka (para ulama)."

Bab: Menghormati ilmu...

@ Adl Dlahak bin Musa berkata, " Sulaiman bin 'Abdul Malik
melewati kota Madinah dan ingin menuju kota Makkah, lalu ia
tinggal di Madinah beberapa hari, kemudian ia berkata,
" Apakah di Madinah ada seorang yang pernah bertemu salah
seorang sahabat Nabi sallallahu 'alaihi wa sallam ?", mereka
menjawab, " Ada, Abu Hazim wahai amirul mukminin." Lalu ia
mengutus seseorang untuk menjemput Abu Hazim. Tatkala Abu
Hazim sampai ke Sulaiman bin'Abdul Malik. Sulaiman bertanya,
" Wahai Abu Hazim, Apa maksud sikap ketusmu ini ?", Abu Hazim
menjawab, " Wahai amirul mu`minin, sikap ketus seperti apa
yang kamu lihat dariku ?", ia menjawab, " Begini, kulihat para
penduduk Madinah menemui aku, tetapi kamu tidak mau menemui
diriku." Lalu ia menjawab, " Wahai amirul mu`minin, aku
berdo`a semoga Allah subhanallahu wa ta'ala melindungi kamu
untuk tidak mengatakan apa yang tidak terjadi sebenarnya, kamu
tidak mengenal sebelum hari ini dan aku pun tidak pernah
melihatmu (sebelumnya)." Dhahak bin Musa mengatakan, " Lalu
Sulaiman menoleh kepada Muhammad bin Syihab Az Zuhri, seraya
berkata, " Syaikh ini (Abu Hazim), ia benar dan aku yang
salah", Sulaiman berkata, " Wahai Abu Hazim, Mengapa kita
membenci kematian ?", Ia menjawab, " Karena kita menghancurkan
akhirat dan membangun dunia, sehingga kalian membenci untuk
berpindah dari pembangunan menuju penghancuran." Sulaiman
menjawab, " Kamu benar, wahai Abu hazim, bagaimana kita besok
menghadap Allah subhanallahu wa ta'ala ?", ia menjawab,
" Adapun orang yang baik, ia mendatangi Allah subhanallahu wa
ta'ala seperti orang yang sekian lama tidak bertemu
keluarganya, sedangkan orang yang jahat, ia seperti budak yang
lari mendatangi tuannya", Mendengar perkataan ini Sulaiman
menangis, ia bertanya, " Aku bersumpah, apa bekal kita di sisi
Allah subhanallahu wa ta'ala ?", Ia menjawab, " Sesuaikan amal
perbuatanmu dengan Kitab Allah subhanallahu wa ta'ala." Lalu
ia bertanya, " Di ayat manakah aku dapat mendapatinya ?", ia
menjawab, " INNAL `ABRARA LAFII NA'IM, WA INNAL FUJJARA LAFII
JAHIIM" (orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada
dalam surga yang penuh dengan kenikmatan, dan orang-orang yang
durhaka benar-benar berada dalam neraka) [Quran Surah
Al Infithar: 13, 14]. Sulaiman bertanya lagi, " Dimanakah
rahmat Allah subhanallahu wa ta'ala ?", ia menjawab, " Rahmat
Allah subhanallahu wa ta'ala lebih dekat kepada orang-orang
yang berbakti", Sulaiman bertanya, " Wahai Abu Hazim, siapakah
hamba Allah subhanallahu wa ta'ala yang paling mulia ?", ia
menjawab, " Orang-orang yang memiliki rasa kemanusiaan dan
memiliki akal", Sulaiman bertanya, " Amal perbuatan apa yang
paling utama ?", Abu Hazim menjawab, " Melaksanakan kewajiban
dibarengi meninggalkan semua hal yang diharamkan", Sulaiman
terus bertanya, " Do`a apa yang paling didengar ?", Abu Hazim
menjawab, " Do`a orang yang diberi kebajikan untuk orang yang
memberikan kebajikan", ia bertanya lagi, " Sedekah apa yang
paling utama ?", ia menjawab, " Sedekah untuk peminta-minta
yang sangat membutuhkan dan pemberian orang yang sangat
sedikit hartanya tanpa mengungkit-ungkit kebajikannya dan
tanpa kata yang menyakitkan", ia bertanya lagi, " Perkataan
apa yang paling adil ?", ia menjawab, " Berkata benar terhadap
orang yang kamu takuti atau terhadap orang yang kamu
harapkan", ia bertanya lagi, " Siapakah orang beriman yang
cerdik ?", ia menjawab, " Seorang yang melakukan ketaatan
kepada Allah subhanallahu wa ta'ala dan menunjukkan manusia
kepada ketaatan itu", ia bertanya, " Siapakah orang beriman
yang bodoh ?", ia menjawab, " Seorang yang jatuh (tunduk) pada
nafsu saudaranya yang dzalim, ia menjual akhiratnya dengan
dunia orang lain". Sulaiman berkata kepadanya, " kamu benar,
bagaimana pendapatmu tentang kondisi kami sekarang ini ?", ia
menjawab, " Wahai amirul mu`minin, apakah engkau memaafkan
aku ?", Sulaiman menjawab, " Tidak, tapi itu betul-betul
nasehat yang kau campakkan kepadaku !", Abu Hazim berkata,
" Wahai amirul mu`minin, para leluhurmu telah menindas manusia
dengan pedang, dan mengambil kekuasaan secara paksa tanpa
bermusyawarah kepada kaum muslimin dan tanpa meminta kerelaan
mereka, hingga mereka (leluhurmu) membunuh mereka dengan
pembunuhan besar-besaran (masal) dan sungguh mereka telah
pergi meninggalkannya, Ohhh,,,,, seandainya kamu merasakan apa
yang mereka katakan dan kritikan untuk mereka itu ! "'. Salah
seorang dari anggota majelis khalifah berkata kepadanya,
" Alangkah buruknya perkataanmu, wahai Abu Hazim ", Abu Hazim
menjawab, " Kamu telah berdusta, Allah subhanallahu wa ta'ala
telah mengambil perjanjian dari para ulama`agar mereka
menjelaskannya kepada manusia dan tidak menyembunyikannya
sedikitpun", Sulaiman berkata kepadanya, " Bagaimana cara kami
memperbaikinya ?", ia menjawabnya, " Menjauhkan sikap berpura-
pura dan berpedoman dengan sikap kemanusiaan serta tidak ada
lagi diskriminasi", Sulaiman bertanya lagi, " Bagaimana cara
kami memperaktekkannya ?", Abu Hazim menjawab, " Kamu
mengambilnya dari hal yang halal dan meletakkannya pada mereka
yang berhak menerimanya". Sulaiman berkata kepadanya, " Wahai
Abu Hazim, apakah kamu berkenan menyertai kami, hingga kamu
dapat membenarkan kesalahan kami dan kami dapat membenarkan
kesalahanmu ?", ia berkata, " Aku berlindung kepada Allah
subhanallahu wa ta'ala ", Sulaiman bertanya, " Mengapa harus
demikian ?", ia menjawab, " Karena aku takut cenderung
berpihak kepadamu walau sedikit saja, niscaya Allah
subhanallahu wa ta'ala akan menimpakan kepadaku kelemahan
hidup dan kelemahan (diri dalam menghadapi) kematian",
Sulaiman berkata kepadanya, " Katakanlah kepada kami (apa
saja) keperluan kamu ?", ia menjawab, " Kamu selamatkan aku
dari neraka dan masukkanlah aku ke dalam surga", Sulaiman
menjawab, " Itu bukanlah permohonan kepadaku", Abu Hazim
berkata, " Jika demikian, aku tidak memiliki keperluan
darimu", Sulaiman berkata, " Wahai Abu hazim, doakanlah aku !"
Abu Hazim lantas berdo`a, " Ya Allah jika Sulaiman adalah
waliMu, mudahkan ia untuk kebaikan dunia akhirat, dan jika ia
adalah musuhMu, tariklah ubun-ubunnya ke jalan yang Engkau
cintai dan ridlai". Sulaiman bertanya, " Hanya itu saja." Abu
Hazim menjawab, " Maaf aja,,,, telah kuperingkas nasehat ini
dan aku telah banyak bicara, kiranya kamu termasuk orang yang
insyaf terhadap nasehatku ini, kalaulah tidak, apa manfaatku
melontar panah dari busur yang tidak memiliki tali senar".
Sulaiman berkata kepadaku, " Nasehatilah aku !, ia menjawab,
" Aku mau menasehati kamu dengan nasehat yang ringkas,
Agungkanlah Tuhanmu, dan sucikanlah Dia, karena Dia melihatmu
di tempat tinggalNya yang Dia pergunakan untuk melarangmu, dan
Dia bisa mengintaimu ditempat Dia memerintahkanmu." Ketika itu
Sulaiman bin Abdul Malik keluar dari sisinya Abu Hazim), ia
mengirim kepadanya seratus dinar dan menuliskan surat yang
isinya, " Infaklah uang itu dan kamu masih mendapatkan
tambahan yang sama di sisiku". Perawi berkata, " Abu Hazim
mengembalikan uang itu dan menulis surat yang isinya, " Wahai
amirul mu`minin, aku mohon perlindungan kepada Allah
subhanallahu wa ta'ala untukmu jika permintaanmu kepadaku
hanyalah sekedar dagelan (lelucon) atau jawabanku adalah
pengorbanan. Suatu hal yang aku tidak merelakannya untukmu,
bagaimana mungkin aku merelakannya untuk diriku sendiri ?",
dan ia menulis surat kepadanya, " Bahwa Musa bin Imran
'alaihissalam (Nabi Musa) ketika sampai di mata air negeri
Madyan, di sana ia menjumpai sekumpulan orang yang sedang
memberi minum ternak mereka, ia dapati di belakang orang
banyak itu, dua orang wanita sedang menambatkan ternaknya,
lalu ia menanyakan keduanya, keduanya menjawab, " Kami tidak
dapat memberi minum ternak kami sebelum pengembala-pengembala
itu membawa pulang ternak mereka, sedangkan ayah kami adalah
orang tua yang sudah lanjut usia", Musa 'alaihissalam memberi
minum pada ternak (keduanya) dengan niyatan menolong. Ia pergi
berteduh seraya berdo`a, " Ya Tuhanku, aku sangat memerlukan
sesuatu kebaikan yang Engkau turunkan kepadaku", hal itu
karena ia lapar dan dalam keadaan takut serta tidak merasa
aman, ia berdo`a kepada Tuhannya dan tidak meminta kepada
manusia. Para pengembala tidak memperhatikannya tapi kedua
wanita itu justru memperhatikannya", ketika keduanya kembali
kepada ayahnya, keduanya mengabarkan kisah dan perkataannya,
lalu bapaknya (Nabi Syu'aib) berkata, " Ini orang lapar", lalu
ia berkata kepada salah seorang dari kedua putrinya,
" Panggilah orang itu !", ketika ia (Musa) menemuinya, ia
menghormati Musa dan menutup wajahnya, dan berkata, " Ayahku
memanggilmu untuk memberi upah terhadap kebaikanmu memberi
minum ternak kami". Berat terasa bagi Musa 'alaihissalam
ketika wanita itu menyebut upah memberi minum ternak, akan
tetapi ia tidak menemukan jalan lain kecuali mengikutinya,
karena dalam kondisi lapar sekali diantara barisan gunung.
Ketika ia mengikutinya, angin kencang menerpa sehingga
melekatkan pakaiannya pada punggungnya, lalu nampak oleh Musa
'alaihissalam lekukan pantatnya dan ia adalah seorang wanita
yang memiliki pantat besar, sehingga Musa 'alaihissalam sekali
berpaling dan sekali menundukkan pandangan ketika kesabarannya
melemah, ia memanggilnya, " Wahai hamba Allah subhanallahu wa
ta'ala, berjalanlah kamu di belakangku dan tunjukkanlah aku
jalan dengan ucapan ini", Ketika ia sampai dan bertemu Syu'aib
dan telah dipersiapkan baginya makan malam, Syu'aib berkata
kepadanya, " Niscaya kamu akan aman". Musa 'alaihissalam
berkata kepadanya, " Aku berlindung kepada Allah subhanallahu
wa ta'ala", Syu'aib bertanya, " Kenapa, bukankah kamu lapar ?"
ia menjawab, " Ya, tapi aku takut kalau ini merupakan imbalan
memberi minum ternak keduanya, dan aku anggota keluarga yang
tidak menjual sedikitpun dari agama kami dengan emas seisi
bumi pun", Syu'aib berkata kepadanya, " Tidak, wahai pemuda !
Tetapi ini adalah kebiasaanku dan nenek moyangku, kami
menyuguhkan tamu dan memberi makan ", lalu Musa 'alaihissalam
duduk dan makan. Jika seratus dinar ini sebagai imbalan apa
yang telah terjadi, bangkai, darah dan daging babi dalam
kondiksi terpaksa lebih halal dari pada uang ini, dan jika
uang itu dimasukkan ke baitulmaal, aku memiliki para pengatur
di dalamnya. Ini jika kamu mau membereskan persoalan diantara
kita, dan jika tidak, aku juga tidak membutuhkan uang itu".

Bab: Menghormati ilmu...

@ Zaid Al 'Ammi, dari beberapa ulama fikih, ia berkata,
" Wahai orang berilmu, amalkan ilmumu, berikan kelebihan
hartamu, dan tahanlah kelebihan perkataanmu kecuali sedikit
pembicaraan, akan bermanfaat bagimu di sisi Tuhanmu. Wahai
orang berilmu, sesuatu yang kamu ketahui tetapi tidak kamu
amalkan adalah pemotong argumentasi dan alasanmu di sisi
Tuhanmu ketika kamu menemuiNya. Wahai orang berilmu, taat
kepada Allah yang diperintahkan kepadamu sebenarnya telah
menyibukkanmu dari maksiat kepada Allah yang dilarang untukmu.
Wahai orang berilmu, janganlah kamu menjadi orang kuat yang
meneropong perbuatan orang lain, namun kamu sendiri manusia
lemah dalam mengerjakan (suatu amal) untuk dirimu sendiri.
Wahai orang berilmu, janganlah apa yang dimiliki orang lain,
membuatmu lupa terhadap apa yang kamu miliki. Wahai orang
berilmu, ajaklah bicara para `ulama, bergaullah dengan mereka
dan dengarkanlah perkataan mereka dan janganlah kamu
menentangnya. Wahai orang berilmu, agungkanlah ulama karena
ilmu mereka dan janganlah kamu menghormati orang-orang bodoh
karena kebodohan mereka, namun jangan menjauhi mereka, tetapi
dekatilah dan ajarilah mereka. Wahai orang berilmu, janganlah
kamu membicarakan suatu hadits di suatu majelis sehingga kamu
betul-betul memahaminya, dan janganlah menjawab pertanyaan
orang hingga engkau tahu persis apa yang diucapkannya
kepadamu. Wahai orang berilmu, janganlah kamu tertipu oleh
Allah dan jangan pula kamu tertipu oleh manusia. Tertipu oleh
Allah maksudnya meninggalkan perintahNya, dan tertipu oleh
manusia maksudnya mengikuti hawa nafsu mereka. Takutlah kepada
Allah dalam semua hal yang Dia mengajakmu takut terhadap
diriNya, dan hindarilah manusia karena fitnah mereka. Wahai
orang berilmu, cahaya siang tidaklah sempurna kecuali dengan
matahari, begitu pula hikmah tidak sempurna kecuali dengan
menaati Allah subhanallahu wa ta'ala. Wahai orang berilmu,
tanaman tidak baik kecuali dengan air dan tanah, begitu pula
dengan iman tidak baik kecuali dengan ilmu dan amal. Wahai
orang berilmu, setiap musafir haruslah berbekal, dan ia
dapatkan bekalnya apabila ia dibutuhkannya, begitu pula dengan
setiap orang yang beramal, di akhirat akan ia dapatkan apa
yang telah diperbuatnya di dunia apabila ia butuhkan amal
perbuatannya. Wahai orang berilmu, Apabila Allah subhanallahu
wa ta'ala berkehendak mendorongmu dalam beribadah kepadaNya,
ketahuilah bahwa Dia ingin menampakkan karamahNya terhadapmu,
maka janganlah kamu mengalihkannya kepada selainNya, sehingga
kamu tinggalkan kemuliaanNya dan malah kamu dapatkan kehinaan
hidup. Wahai orang berilmu, Jika kamu memindahkan batu atau
besi, itu lebih ringan bagimu daripada berbicara kepada orang
yang tidak menerima pembicaraanmu, perumpamaan orang yang
berbicara kepada orang yang tidak menerima pembicaraannya
adalah seperti orang yang memanggil orang mati dan meletakkan
hidangan untuk penghuni kubur."

Bab: Surat Ubbad bin Ubbad Alkhawwas asysyami...

@ Abdul Malik bin Sulaiman Abu Abdur Rahman Al `Anthaki, dari
'Abbad bin 'Abbad Al Khawwash As Syami Abu 'Utbah, ia berkata,
" Perhatian, gunakanlah akal, karena akal sebuah nikmat.
Berapa banyak orang berakal menyibukkan hatinya untuk
memperdalam hal-hal yang membahayakan dirinya daripada
memanfaatkan apa yang dibutuhkannya, sehingga ia lupa hal itu.
Diantara keutamaan akal seseorang adalah meninggalkan
perhatian terhadap hal-hal yang tidak perlu sehingga keutamaan
akalnya tidak menjadi bencana baginya, yaitu ia meninggalkan
persaingan dengan orang yang lebih rendah amal shalihnya, atau
seseorang yang menyibukkan hatinya dengan bid'ah, yang ia
sekedar mengikuti orang dalam urusan agamanya tanpa mengikuti
para sahabat Rasulullah shalallahu 'alahi wa sallam, atau ia
hanya merasa cukup dengan pendapatnya sendiri, yang ia tidak
melihat petunjuk kecuali kepada akalnya, dan tidak melihat
kesesatan kecuali meninggalkannya dengan anggapan bahwa ia
mengambilnya dari Al qur`an, padahal ia menyerukan untuk
meninggalkan Al qur`an. Bukankah Al qur`an mempunyai
pengemban-pengemban sebelumnya, yaitu para pembelanya yang
mengamalkan ayat-ayat yang muhkam dan mengimani ayat-ayat yang
mutasyabih ? Mereka berada di menara layaknya cahaya jalan
Al Quran, imam Rasulullah shalallahu'alahi wa sallam, sedang
Rasulullah shallahu 'alaihi wa sallam imam para sahabatnya,
dan para sahabat adalah imam orang-orang setelah mereka, yaitu
orang-orang yang sudah dikenal kebaikannya, mereka menjadi
barometer di negeri-negeri mereka yang sepakat menolak para
pengagung hawa nafsu walaupun diantara mereka terdapat
perselisihan pendapat. Para pengagum hawa nafsu meraba-raba
dengan pendapat mereka, yaitu dengan cara yang bermacam-macam,
yang melenceng dari tujuan karena memisahkan diri dari jalan
yang lurus. Petunjuk mereka menyesatkan mereka sendiri dalam
misteri padang pasir yang menyesatkan. Mereka konsentrasi
melihat petunjuk jalan dengan penuh kebingungan dalam
kesesatannya. Setiap kali setan membuat satu bid'ah dalam
kesesatan, mereka berpindah dari satu bid'ah ke bid'ah lain,
karena mereka tidak mencari petunjuk para pendahulu dan juga
tidak mengikuti jejak kaum muhajirin. Telah disebutkan dalam
satu riwayat dari Umar radliallahu 'anhu, bahwa ia berkata
kepada Ziad, " Tahukah kamu apa yang (menyebabkan) kehancuran
Islam ?. Jawabnya karena kesalahan orang berilmu, perdebatan
orang munafik terhadap Al Qur`an dan para imam yang sesat."
Takutlah kamu kepada Allah subhanallahu wa ta'ala, dan
waspadailah apa yang terjadi pada ulama kamu dan pengisi
masjid-masjid kamu dari perbuatan ghibah, namimah dan berjalan
diantara manusia dengan dua wajah dan dua lisan. Dalam satu
riwayat disebutkan barangsiapa mempunyai dua wajah di dunia,
ia mempunyai dua wajah di neraka. Jika tukang ghibah
menemuimu, ia menggunjing orang yang kamu senangi untuk
di gunjing, lalu ia berpaling darimu untuk mendatangi temanmu
dan melakukan hal yang sama. Jika ia telah memperoleh apa yang
ia butuhkan dari setiap kalian, dan menyembunyikan sesuatu
dari salah satu (dari) kalian, ia tidak memberi kabar kepada
sahabatmu yang lain. Kedatangannya kepada orang yang
didatanginya adalah seperti datangnya seorang teman, namun
kepergiannya dari teman yang ditinggalkan bagaikan kepergian
dari seorang musuh. Siapa saja yang menemuinya, ia dapatkan
kemuliaan, sebaliknya siapa yang tidak ditemuinya, tidak ia
dapatkan kehormatan, ia menipu orang yang didatanginya dengan
penghargaan-penghargaan, dan menggunjing orang yang tidak
ditemuinya dengan ghibah mematikan. Wahai hamba-hamba Allah
subhanallahu wa ta'ala, tidakkah suatu kaum muncul penunjuk
jalan dan reformis, yang ia sanggup mengekang orang seperti
ini dari tipu dayanya, dan mengajaknya untuk mempertahankan
kehormatan saudaranya semuslim ?, bahkan kalau bisa
memberitahu mereka, niyat orang seperti ini saat datang
menemui mereka, yang ia bertindak sekedar ingin memperoleh
keperluannya sehingga mereka mempersilahkan, yang ujungnya ia
mencaplok agamanya sekaligus agama mereka ? Ya Allah,
Ya Allah ! Pertahankanlah kehormatan kamu, hentikanlah lisanmu
(dari menggunjing) mereka kecuali kebaikan semata. Tolong
kalian saling mengingatkan untuk berbakti kepada Allah
khususnya terhadap umatmu, karena kamu adalah pengemban
Al Kitab (Al Qur`an) dan sunah,. Al Kitab tidak berbicara
hingga ia dibicarakan, dan sunnah tidak sanggup
mengejawantahkan hingga ia diejawantahkan. Bilamana orang
bodoh belajar, namun orang alim diam tidak memungkiri apa yang
nampak dan tidak memerintahkan apa yang ditinggalkan',
bukankah Allah subhanallahu wa ta'ala telah mengambil
perjanjian dari orang-orang yang diberikan Al Kitab kepada
mereka untuk menjelaskannya kepada manusia dan tidak
menyembunyikannya ?. Bertakwalah kepada Allah subhanallahu wa
ta'ala, karena kamu berada pada zaman menipisnya sifat wara'
dan kurangnya kekhusyukan, dan para pengemban ilmu adalah para
perusaknya. Mereka begitu marah jika dikenal sebagai orang-
orang yang menghilangkannya, mereka membicarakannya dengan
hawa nafsu ketika mengikutsertakan kesalahan dalam ilmu, dan
memutarbalikkan perkataan dari kebenaran yang mereka
tinggalkan, lantas mereka belokkan menuju kebatilan yang
mereka kerjakan. Dosa mereka adalah dosa yang tidak diampuni
dan kelalaian mereka adalah kelalaian yang tidak bisa
dibenarkan, bagaimana orang yang mencari petunjuk dan tuntunan
mendapatkan petunjuk apabila petunjuknya sendiri
membingungkan, mereka cinta dunia dan benci terhadap
kebahagiaan penduduknya yang memperoleh kedudukan tinggi,
lantas mereka menyertai dalam kehidupan dan menyelisihi mereka
dengan perkataan, dan mempertahankan diri mereka dengan
perkataan, agar mereka dihubung-hubungkan dengan kebaikan
mereka. Mereka sama sekali tidak bersih dari kotoran yang
mereka hilangkan, dan belum memenuhi kriteria untuk dihargai
amal mereka, sebab orang yang benar-benar beramal shalih
secara tidak langsung ia telah bicara sekalipun dia diam. Dan
telah diberitakan bahwa Allah Ta'ala berfirman, " Aku tidak
menerima semua perkataan orang bijak, akan tetapi Aku melihat
kepada kecenderungan dan niyat baiknya untukKu. Sebab siapa
yang hasrat dan niyatnya untukKu, Aku jadikan diamnya terpuji
dan berwibawa, walaupun ia tidak berbicara. Allah subhanallahu
wa ta'ala berfirman, " MATSALULLADZINA HUMMILUT TAURATA TSUMMA
LAM YAHMILUUHA KAMATSALIL HIMARI YAHMILUL ASFARA."
(Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya Taurat,
kemudian mereka tidak memikulnya (tidak mengerjakannya) adalah
seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal).
[Quran Surah Al Jumu'ah: 5], Allah subhanallahu wa ta'ala juga
berfirman, " KHUDZU MAA ATAINAAKUM BI QUWWAH." (Peganglah
teguh-teguh apa yang telah kami berikan kepadamu.)
[Quran Surah Al Baqarah: 63, 93, 171], ia berkata,
" Maksudnya mengerjakan isi yang terkandung padanya, dan tidak
mencukupkan sunnah hanya dengan ucapan tanpa pengalaman.
Karena pensifatan sunnah dengan perkataan tanpa perbuatan
adalah dusta dengan perkataan, yang sekaligus menghilangkan
ilmu. Dan janganlah kamu mencela bid`ah sekedar untuk bungkus
keindahanmu dengan meneropong aib-aibnya, karena kerusakan
penganut bid`ah tidak menambah kesalehanmu, dan janganlah kamu
mencelanya karena dorongan diskriminatif terhadap penganutnya,
karena diskriminasi adalah kerusakan dirimu sendiri, sebab
tidak selayaknya dokter mengobati pasien dengan obat yang
berpotensi menyembuhkan penyakit, namun obat itu juga
berpotensi mendatangkan penyakit baru. Karena apabila dokter
itu sakit, ia sibuk dengan penyakitnya dan lupa mengobati
mereka. Akan tetapi selayaknya ia mencari kesehatan untuk
dirinya agar ia dapat mengobati para pasien. Hendaklah saat
engkau melihat masalah yang menimpa saudara-saudaramu dan
hatimu " kurang sreg", sebagaimana engkau melihat jika terjadi
pada dirimu sendiri dan sebagai " peringatan" Tuhanmu
terhadapmu, serta rasa kasihanmu kepada saudara-saudara kamu.
Walaupun dalam hal itu lebih baik kamu lebih peduli terhadap
aib diri kamu sendiri dari pada aib orang lain, dan lakukan
saling menasehati satu sama lain diantara kamu, dan hendaklah
yang mengorbankan nasehat itu merasa beruntung dan kamu
menerimanya. Umar bin Al Khatthab radliallahu 'anhu berkata,
" Semoga Allah subhanallahu wa ta'ala melimpahkan rahmat
kepada orang yang menunjukkan aib-aibku kepadaku." Kamu suka
berkata dan orang yang mendengarmu menahan diri demi
kebaikanmu, padahal jika dikatakan kepada kamu perkataan yang
sama seperti yang kamu katakan, kamu jengkel. Kamu mendapatkan
hal-hal yang menjengkelkanmu, sebaliknya kamu mengerjakan apa
yang mereka kerjakan, apakah kamu tidak suka dipersalahkan ?"
Pikir ulanglah pendapatmu dan pendapat orang-orang yang
sezaman denganmu, Selidikilah dahulu sebuah berita sebelum
kalian berbicara dan belajarlah sebelum kalian beramal. Karena
nanti akan datang suatu zaman yang saat itu yang benar
bercampur dengan yang batil, dan yang ma'ruf (baik) menjadi
mungkar dan yang mungkar menjadi ma'ruf. Betapa banyak orang
yang mendekatkan diri kepada Allah subhanallahu w ta'ala namun
dengan hal-hal yang justru menjauhkan dariNya, dan mencari
cintaNya dengan hal-hal yang membuatNya murka. Allah
subhanallahu wa ta'ala berfirman, " AFAMAN ZUYYINA LAHU SUU`U
'MALIHI FA RA`AHU HASANA" (Maka apabila orang yang dijadikan
(syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu ia
meyakini pekerjaan itu baik (sama dengan orang yang tidak
ditipu syaitan) [Quran Surah Al Fathir: 8], hendaklah kamu
berhenti dari hal-hal yang syubhat sehingga nampak bagi kamu
kebenaran yang jelas disertai keterangan, karena orang yang
mengintervensi perkara yang ia tidak tahu tanpa ilmu, ia
berdosa, dan barangsiapa yang menyelidiki dengan niat ikhlash
karena Allah, Allah subhanallahu wa ta'ala akan melihatnya.
Hendaklah kamu berpegang teguh dengan Al Qur`an, jadikanlah ia
imam dan ajaklah (manusia) untuk menjadikan Al Qur`an sebagai
imam. Hendaknya kamu mencari jejak-jejak para pendahulu
padanya. Seandainya para ahbar (pendeta yahudi) dan para rahib
(pendeta Nashrani) tidak takut kehilangan martabat mereka dan
kerusakan kedudukannya dengan menegakkan Al Kitab dan
penjelasannya, niscaya mereka tidak akan menyelewengkan dan
menyembunyikannya, akan tetapi mereka ketika menentang
Al Kitab dengan perbuatan mereka, mereka berusaha mencari cara
menipu kaumnya karena perbuatan yang mereka lakukan sendiri,
karena mereka khawatir kedudukan mereka dirobohkan, dan
manusia memperoleh kejelasan kerusakan mereka, lalu mereka
selewengkan Al Kitab dengan tafsir menyeleweng, dan apa yang
mereka tidak bisa selewengkan, mereka sembunyikan, lalu mereka
diam terhadap perbuatan mereka sendiri karena dorongan untuk
mempertahankan kedudukan mereka, dan diam terhadap apa yang
diperbuat oleh kaumnya sambil berpura-pura. Sedang Allah
subhanallahu wa ta'ala telah mengambil perjanjian dengan
orang-orang yang di berikan Al Kitab agar mereka
menjelaskannya kepada manusia dan tidak menyembunyikannya,
akan tetapi mereka justru cenderung kepadanya dan mengajak
manusia menganggap enteng masalah itu.

Persoalan Ilmu...

1@ Kenapa kita harus menuntut ilmu Hadits ???

JAWAB:

1. Karena ia merupakan ilmu yang paling mulia.
2. Karena para penuntutnya adalah orang-orang yang menjadi
lentera kegelapan. Kalau kita melihat keempat imam madzhab,
tiga orang dari mereka (selain Abu Hanifah) dikenal sebagai
ahli hadits. Imam Malik memiliki kitab al Muwaththa` yang
berisi banyak hadits. Imam asy Syafi’i memiliki kitab al Umm
yang banyak berisi hadits-hadits yang beliau ketengahkan
sendiri dengan sanadnya, demikian juga dengan bukunya yang
terkenal ar Risalah. Bahkan salah seorang muridnya mengarang
Musnad Imam asy Syafi’i yang diringkasnya dari hadits-hadits
yang diriwayatkan beliau di dalam kitab-kitabnya sehingga
kitab tersebut lebih dikenal dengan nama Musnad asy Syafi’i,
begitu pula kitab as Sunnan. Sedangkan Imam Ahmad memang
dikenal sebagai tokoh utama Ahli hadits dan justeru tidak
diketahui kalau beliau ada mengarang buku dalam masalah fiqih.
Hanya saja perlu diketahui, bahwa beliau juga terhitung
sebagai Ahli fiqih. Beliau melarang para muridnya menulis
sesuatu dengan hanya berpedoman pada akal semata dan
menganjurkan mereka menulis hadits.

2@ Bagaimana pendapat anda terhadap orang yang hanya membatasi
diri pada kitab ash Shahihain (Shahih al Bukhari dan Shahih
Muslim) saja, tanpa mau melirik kepada kitab-kitab sunnah yang
lain ? Apakah al Bukhari dan Muslim mensyaratkan untuk
mengeluarkan semua hadits yang shahih saja ?

JAWAB:

Tidak dapat disangkal lagi, bahwa pendapat itu jauh dari benar
bahkan bisa terjerumus ke dalam kesesatan karena sama artinya
dengan menolak sunnah Rasulullah SAW.

Al Bukhari dan Muslim tidak mensyaratkan untuk mengeluarkan
semua hadits yang shahih saja. Seperti yang diinformasikan
para ulama dari al Bukhari, bahwa ia pernah berkata,
"Aku hafal 100 ribu hadits shahih." Para ulama itu juga
menukil darinya yang mengatakan, " Tapi aku tinggalkan hadits-
hadits lain yang shahih karena khawatir terlalu panjang
(bertele-tele)."

Al Bukhari sendiri telah menshahihkan sendiri hadits-hadits
yang bukan shahih. Hal ini nampak secara jelas sekali dalam
pertanyaan-pertanyaan at Tirmidzi kepadanya, seperti yang
terdapat di dalam Sunan at Turmudzi.

Para ulama juga menukil dari Muslim, hal serupa di mana ia
pernah mengatakan, " Bukan segala sesuatu yang menurutku
shahih lalu aku muat di sini."

Jadi, tidak dapat diragukan lagi kebablasan orang yang hanya
membatasi diri pada kitab ash Shahihain saja dan menolak kitab
selain keduanya.

No comments:

Post a Comment